“Sebelum mulai pembelajaran ini, saya ingin memperkenalkan seorang murid baru. Silahkan berdiri dan memperkenalkan diri, Miss,” kata Mr. Michael Schneider, guru psikologi itu. Semua pandangan mata murid di Grade 12 itu (setingkat dengan kelas 3 SMA) tertuju kepada Nishat.
“Nama saya Nishat Kahn, saya lahir dan dibesarkan di Los Angles. Karena ayah saya mendapat tugas baru di Houston, maka saya pun ikut pindah ke kota ini. Dengan sendirinya saya harus meninggalkan sekolah saya di LA dan pindah ke sekolah baru di kota ini,” kata Nishat.
Anda berasal dari mana, soalnya kulit Anda agak gelap dan berpakaian aneh,” sergah siswa pria bule yang duduk di belakang. Beberapa murid tertawa. Ada pula yang tersenyum. Pandangan mata seluruh murid tertuju kepada Nishat.
“Ayah dan ibu saya berasal dari Pakistan,” ujar Nishat. Ia merasakan wajahnya agak panas, sedikit tersinggung karena dianggap berbusana aneh.
Mr. Schneider menganggap perkenalan sudah cukup. Lantas ia memulai pelajarannya. Selama pelajaran berlangsung, beberapa murid masih curi pandang ke arah Nishat. Nishat merasa risi. Perhatiannya terhadap pelajaran psikologi jadi terpecah.
“Hari ini saya akan memberikan tugas baru. Kalian harus menyelesaikan tugas ini sebaik-baiknya dalam waktu dua minggu. Begini, setiap orang dari kalian harus mengajak teman baru untuk pergi ke pesta dansa. Laporkan nanti bagaimana cara pendekatan kalian dan hasilnya terhadap teman baru tersebut. Serahkan laporan itu kepada saya paling lambat dua minggu dari sekarang. Kerap kita akan menganalisis beberapa laporan yang menarik dengan menggunakan sudut pandang psikologi,” kata Mr. Schneider ketika mengakhiri pelajaran.
Murid-murid kelas itu tampak senang mendapat tugas psikologi itu, pelajaran yang memang dianggap favorit oleh sejumlah besar murid di high school tersebut. Tetapi tidak Nishat. Bahkan begitu Nishat mendengar tugas itu, ia merasa seolah ada sebuah bom yang meledak dalam kepalanya.
Hari pertama di sekolah barunya itu cukup menakutkan, mungkin inilah hari paling menakutkan yang pernah ia alami selama hidupnya. Ketika masih bersekolah di Los Angles , perasaan takut itu memang ada, tetapi tidaklah seberapa, karena pada saat itu ia belum berjilbab. Tetapi setelah ia berjilbab, betapa banyak orang memandanginya dari atas sampai bawah dengan pandangan aneh. Entah sudah berapa ratus pasang mata yang memandangnya dengan cara seperti itu pada hari pertamanya.
***
Belum seminggu Nishat belajar di sekolah barunya, pandangan ganjil yang sedikit agak sinis tak begitu dihiraukan. Yang membuatnya jengkel ketika seorang murid Grade 11 berhasil menarik jilbabnya hingga rambutnya kelihatan. Merasa dipermalukan, Nishat menampar lelaki itu dengan cukup keras yang membuatnya kesakitan hingga menangis. Nishat berlalu dengan mata berkaca karena merasa dipermalukan.Untunglah ada dua wanita yang begitu ramah dan bersimpati yang sering menemani dan membela Nishat yaitu Jane yang berkulit putih dan Judi yang berkulit hitam.
Hingga pada di mana Nishat menjumpai Mr. Schneider untuk membicarakan keberatannya atas tugas yang diberikan dan bertentangan dengan iman Nishat sebagai orang islam. Nishat juga menjelaskan larangan agamanya, seperti dilarang bergaul bebas dengan pria lain yang bukan muhramnya, tentu tak lupa ia juga menjelaskan pengertian muhram itu sendiri. Dan meminta kebijaksanaan dari gurunya tesebut
Mr Schneider pun memberikan kebijaksanaannya dengan menawarkan tugas pengganti yang dapat dikerjakan oleh Nishat. Hingga Nishat megajukan tugasnya membuat makalah tentang peranan atau fungsi wanita dalam islam dan membandingkannya dengan wanita Amerika. Dan itu merupakan hal yang menarik dan sebuah pengetahuan baru bagi Mr. Schnaider.
“Suatu topik yang menarik . Ya, susunlah makalah itu. Makalahmu mungkin akan memberikan pengetahuan baru kepada saya. Dapatkah kamu menyajikan pandanganmu itu di kelas, Nishat? Saya kira teman-temanmu juga akan tertarik mendengarkan uraianmu?” ucap Mr. Schneider.
“Dengan senang hati, Sir” ucap Nishat.
***
Nishat maju ke depan kelas dengan penuh percaya diri. Iya yakin Allah akan menolongnya dalam mengemukakan pandangannya dan menjawab setiap pertanyaan yang muncul. Uraiannya cukup singkat, tetapi padat dan jelas. Selama ia berbicara di depan kelas ia mendengar celetukan beberapa temannya.
Nishat membahas mengenai nilai dari wanita muslim dan wanita amerika. Menurutnya nilai wanita muslim terletak pada pengabdiannya kepada tuhannya dan kebijakannya kepada sesama manusia, berbeda dengan wanita amerika yang terutama terletak pada penampilan fisiknya: kecantikan wajah, kemolekan tubuh, pakaian, dan sebagainya. Keelokan fisik wanita muslim hanya untuk suaminya, berbeda dengan wanita Amerika yang boleh dinikmati lelaki mana saja. Oleh karena itu sebagai wanita muslim Nishat diwajibkan mengenakan pakaian sepeti itu -yang dianggap aneh- dan mengindari diri dari pergaulan bebas dengan lelaki.
Itulah yang dibahas Nishat di depan kelas. Kelas menjadi riuh. Ada orang-orang yang tak setuju dengan pendapat Nishat. Beberpa wanita malah merasa tersinggung dan terpojokkan dengan ungkapan Nishat. Menurut salah satu dari wanita tersebut menyebutkan, sikap dan prilaku wanita muslim tidak normal karena berlawanan dengan norma masyarakat yang umum, dengan agak emosional.
Nishat pun mengemukakan masalah yang terjadi di masyarakat dan sekaligus mempertanyakan kenormalan seperti meningkatnya homoseksual, perceraian, kejahatan, alkoholisme, kenakalan remaja, dan pergaulan bebas antara wanita, jika akibat dari sikap dan prilaku yang normal seperti itu. Tak ada jawaban, kelas hening sesaat.
Sejak tampilnya Nishat di depan kelas, makin banyak saja temannya yang penasaran ingin mengetahui pandangan islam dalam berbagai hal. Meski pertanyaan yang keluar terkadang terdengar sepele, seperti mengapa orang islam tidak boleh pacaran, makan daging babi, meminum minuman keras, dan sebagainya. Dengan sabar Nishat menjawab pertanyaan teman-temannya tersebut. Waktu terus berjalan, Nishat kini sudah terbiasa dengan tantangan-tantangan di sekolahnya. Kini gadis pakistan itu bahkan bisa menikmati pengalaman sekolahnya yang menjengkelkan, lucu, dan menegangkan.
***
Setiap tahun sekolah Nishat memilih tiga lulusan terbaik dan memberi mereka penghargaan serta hadiah untuk merangsang siswa lainnya. Berdasarkan keputusan panitia pemilihan yang di ketuai Mr. Michael Schneider, dari ketiga siswa terbaik, Nishat yang berada dalam posisi siswa terbaik pertama tahun ini. Mr. Michael Schneider menjelaskan tentang Nishat, ia berkata, “Nishat baru belajar setahun disini, tapi dia murid yang rajin dan cerdas. Nilai-nilai tesnya selalu bagus. Ia merupakan gadis yang teguh pendiriannya dan ramah tamah. Ia adalah gadis yang tegar, meski ia sering diganggu murid-murid lain di sekolah.”
Nishat bersyukur kepada Allah. Ia ternyata dapat melawan arus jahiliyah di sekolahnya, tanpa mengorbankan prestasi studinya. Dalam jamuan bagi para orang tua murid itu, Nishat tampak gembira sekali. Ia berdoa, semoga gadis-gadis muslim yang belajar di sekolah-sekolah umum di negeri Paman Sam ini juga mengikuti jejak yang sama.
Cerita inspiratif bersumber dari Buku Komunikasi Lintas Budaya karangan Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D.